Arsip untuk 21 Juni 2012

belajar menulis sebuah artikel… dan tulisan ini pernah diikutsertakan dalam lomba penulisan artikel yang diselenggarakan oleh pengurus PMII Rayon Fisip Universitas Jember periode 2006-2007

Oleh: Eko Budi Setiyawan*

 

 

Pada tahun 1938, Indonesia menjadi peserta pada even terakbar di dunia yakni Piala Dunia, namun ketika itu Indonesia masih menggunakan nama Hindia Belanda. Meski pun demikian, Indonesia sudah bisa merasa bangga karena bisa sejajar dengan negara-negara kuat sepak bola macam Italia, Perancis, Inggris, bahkan Brazil. Dari perhelatan Piala Dunia yang waktu itu diselenggarakan di Perancis, Indonesia harus angkat koper lebih awal karena dipecundangi Hungaria 0-8.

Itulah prestasi tertinggi yang bisa dicapai oleh bangsa Indonesia di arena internasional hingga saat ini. Setelah itu nama Indonesia mulai tenggelam seperti ditelan bumi. Baru pada tahun 1945, Indonesia mampu menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu berdiri sendiri.

Berawal dari sini, setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia mulai menata sistem pemerintahan yang akan dijalankan untuk membuat Indonesia lebih baik dari sebelumnya. Enam presiden mulai dari Soekarno, Soeharto, B. J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono secara bergantian telah memimpin Indonesia menjadi negara yang dikenal di dunia. Dalam hal ini terkenalnya Indonesia kebanyakan bukan dari hal yang positif melainkan hal-hal yang bersifat negatif. Sebagai contoh presiden ke dua Indonesia yakni Soeharto sudah dikenal oleh publik dunia sebagai koruptor ulung. Semenjak memimpin Indonesia dari tahun 1967 sampai 1998, sebanyak $ 15-35 bn[*] telah dikumpulkan oleh orang yang telah memimpin negeri ini selama 32 tahun yang membuat Soeharto ‘dinobatkan’ sebagai koruptor no. 1 di dunia.

Memang, fakta tersebut membuat kita sebagai orang Indonesia merasa malu kepada dunia karena kita dikenal bukan dari sisi baiknya melainkan dari sisi buruknya. Tapi, kita juga jangan terlalu pesimis terhadap pandangan yang menyebutkan bahwa orang Indonesia memang seperti itu. Kita juga bisa membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia bukan hanya menang dari sisi negatifnya seperti yang telah disebutkan di atas tetapi juga mampu membuktikan bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan segala hal. Mulai dari Sumber Daya Alam, kebudayaan, sampai sumber daya manusianya.

Mimpi seorang manusia Indonesia adalah agar negara ini menjadi sebuah negara yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Namun impian tersebut sampai sekarang masih belum terrealisasi. Memang, saat ini hal tersebut sudah menuju ke arah perbaikan, tetapi belum sampai ke arah yang diharapkan.

Jika kita berbicara apakah negara ini sudah mampu melindungi segenap bangsanya atau belum, kita sebaiknya melihat warga negara kita yang bekerja sebagai TKI maupun TKW di negara tetangga seperti Malaysia. Apakah negara kita sudah mampu melindungi warga kita yang dianiaya oleh majikannya nun jauh di sana?  Memang sudah banyak yang dilakukan oleh negara kita dalam upaya melindungi semisal memberikan pelayanan hukum bagi mereka yang mendapat penganiayaan, menangani TKI ilegal yang hendak dikirim ke luar negeri, tetapi hal tersebut hanyalah sebuah  formalitas karena jika negara kita menuntut kepada Malaysia, maka akan merusak harmonisasi hubungan diplomasi antara kedua negara tersebut, ibaratnya lebih baik menjaga hubungan  persahabatan daripada menjaga anaknya.

Hal berikutnya yang perlu dipertanyakan, apakah masyarakat kita sekarang ini sudah sejahtera sepenuhnya? Jika kita melihat prosentase pengangguran yang mencapai sekitar 17 % dari jumlah penduduk Indonesia dan sekitar 18 % penduduk Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan, apakah kita sudah bisa berkata bahwa masyarakat Indonesia saat ini sudah sejahtera? Segala macam upaya telah dilakukan pemerintah kita untuk mensejahterakan masyarakat, mulai dari pemberian subsidi kepada masyarakat miskin, pelayanan kesehatan gratis, sampai pada pendidikan gratis, tapi pada kenyataannya hanya segelintir wilayah yang sudah melaksanakan hal tersebut secara maksimal.

Apalagi dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa, memang upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sudah mengarah kepada arah kemajuan. Setiap sepuluh tahun sekali pemerintah selalu memperbaharui kurikulum yang akan diterapkan, mulai dari kurikulum 1984 yang diubah pada tahun 1994 sampai pada kurikulum tahun 2004.

Tetapi, dari sini awal kebingungan pemerintah kita menerapkan sistem pendidikan yang cocok di negara kita. Belum sampai sepuluh tahun kurikulum 1994 berlaku, sudah diperbaharui pada tahun 1999. Begitu pula kurikulum 2004 yang lebih dikenal dengan KBK, bahkan belum sampai lima tahun sudah diganti pada tahun 2006 dengan kurikulum yang sekarang kita kenal dengan sebutan KTSP. Dalam menerapkan sistem kelulusan UN (Ujian Nasional), pemerintah kita juga ‘selalu’ kebingungan dalam menentukan Standar  Kelulusan Minimal (SKM). Setiap tahun pemerintah selalu meningkatkan SKM yang berakibat banyaknya siswa tidak lulus. Istilahnya pemerintah kita sering menggunakan metode coba-coba. Mau diarahkan kemana pendidikan negara kita?

Keterangan di atas adalah sedikit gambaran tentang bagaimana pendidikan di negara kita. Hal lain yang juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dalam hal ini peran Indonesia juga patut dipertanyakan. Bagaimana tidak, jangankan berpartisipasi dalam melaksanakan ketertiban di dunia, negara kita bahkan sering terlibat konflik dengan negara lain.

Kita ambil saja contoh perseteruan yang terjadi antara Indonesia dengan Malaysia. Kedua negara ini sepertinya tidak ada rasa mau mengalah satu sama lain. Dalam pedebatan tentang status kepemilikan pulau Ambalat, sampai saat ini kedua nagara masih ‘kebingungan’ dalam menentukan status dari pulau tersebut. Bahkan dalam perebutan pulau Sipadan dan Ligitan, kedua negara ini juga terlibat perdebatan yang cukup alot walau pun tidak sampai terjadi peperangan, hingga pada akhirnya kedua pulau yang dalam keadaan geografis masih milik Indonesia tersebut sekarang menjadi milik Malaysia.

Bukan hanya dalam kasus perebutan pulau saja, akhir-akhir ini kedua negara ini juga tidak mau mengalah dalam kasus kepemilikan kebudayaan. Kebudayaan Indonesia diklaim berasal dari Malaysia. Reog Ponorogo dan lagu daerah dari Maluku yakni Rasa Sayange oleh warga Malaysia disebut-sebut sebagai kebudayaan dari Malaysia. Bangsa ini belum mampu melindungi hak cipta para senimannya.

Masalah ketertiban juga terjadi pada salah satu organisasi terbesar di Indonesia yakni PSSI. Sudah jelas-jelas dalam peraturan FIFA disebutkan bahwa  seseorang yang memimpin organisasi sebesar PSSI  tidak boleh berurusan dengan pihak yang berwenang, apalagi berada dalam sel tahanan. Tetapi beginilah orang Indonesia, sang presiden PSSI dan oknum-oknumnya masih tetap ngotot untuk mempertahankan Nurdin Halid sebagai petinggi PSSI walau pun FIFA sudah berkali-kali memperingatkan kepada PSSI untuk segera mengadakan pemilihan ulang. Mungkin jika FIFA membekukan persepakbolaan kita di pentas Internasional seperti yang dialami oleh Kuwait, para petinggi PSSI baru sadar dengan yang mereka pertahankan selama ini. Dari sini sudah jelas bahwa negara kita masih belum mampu untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Jadi, kita sebagai warga negara yang baik seharusnya bersikap rasional terhadap apa yang terjadi di negara kita ini. Kita dituntut agar selalu mengikuti apa yang dilakukan oleh pemerintah. Kita hanya bisa bermimpi tetapi segala sesuatunya tetap dijalankan oleh pemerintah kita yang tidak tahu kemana arah tujuannya. Ya… mimpi yang tetap menjadi sebuah mimpi.

 

                                * Penulis adalah mahasiswa jurusan Sosiologi angkatan 07

                                         Saat ini  menjadi anggota PMII Rayon FISIP UNEJ